KONTROL KINETIKA DAN TERMODINAMIKA DAN KURVA PROGRES REAKSI
Kinetika adalah suatu ilmu yang membahas tentang laju (kecepatan) dan
mekanisme reaksi. Berdasarkan penelitian yang mula – mula dilakukan oleh
Wilhelmy terhadap kecepatan inversi sukrosa, ternyata kecepatan reaksi
berbanding lurus dengan konsentrasi / tekanan zat – zat yang
bereaksi. Laju reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi atau
tekanan dari produk atau reaktan terhadap waktu.
Berdasarkan jumlah molekul yang bereaksi, reaksi terdiri atas :
1. Reaksi unimolekular : hanya 1 mol reaktan yang bereaksi
Contoh : N2O5 –> N2O4 + ½ O2
2. Reaksi bimolekular : ada 2 mol reaktan yang bereaksi
Contoh : 2HI –> H2 + I2
3. Reaksi termolekular : ada 3 mol reaktan yang bereaksi
Contoh : 2NO + O2 –> 2NO2
1. Reaksi unimolekular : hanya 1 mol reaktan yang bereaksi
Contoh : N2O5 –> N2O4 + ½ O2
2. Reaksi bimolekular : ada 2 mol reaktan yang bereaksi
Contoh : 2HI –> H2 + I2
3. Reaksi termolekular : ada 3 mol reaktan yang bereaksi
Contoh : 2NO + O2 –> 2NO2
Termodinamika untuk
perubahan keadaan diperlukan untuk mendeskripsikan ikatan kimia, sruktur dan
reaksi. Pengetahuan termodinamika sederhana sangat bermanfaat untuk memutuskan
apakah struktur suatu senyawa akan stabil, kemungkinan kespontanan reaksi,
perhitungan kalor reaksi, penentuan mekanisme reaksi dan pemahaman
elektrokimia.
Kontrol termodinamika atau
kinetika dalam reaksi kimia dapat menentukan komposisi campuran produk reaksi
ketika jalur bersaing mengarah pada produk yang berbeda serta selektivitas dari
pengaruh kondisi reaksi tersebut. Kondisi reaksi seperti suhu, tekanan atau
pelarut mempengaruhi jalur reaksi; maka dari itu kontrol termodinamik maupun
kinetik adalah satu kesatuan dalam dalam suatu reaksi kimia.Kedua kontrol
reaksi ini disebut sebagai faktor termodinamika dan faktor kinetika, dapat
diuraikan sebagai berikut :
1.Faktor termodinamika (adanya stabilitas realtif dari
produk)
Pada suhu tinggi, reaksi berada di bawah kendali
termodinamika (ekuilibrium, kondisi reversibel) dan produk utama berada dalam
sistem lebih stabil.
2.Faktor kinetik (kecepatan pembentukan produk)
Pada temperatur rendah, reaksi ini di bawah kontrol
kinetik (tingkat, kondisi irreversible) dan produk utama adalah produk yang
dihasilkan dari reaksi tercepat.
Ada banyak hal dalam mana suatu senyawa
di bawah kondisi reaksi yang diberikan dapat mengalami reaksi kompotisi
menghasilkan produk yang berbeda.
Gambar
diatas memperlihatkan profil energi-bebas untuk suatu reaksi dalam mana B lebih
stabil secara termodinamika daripada C (_G
lebih rendah), tapi C terbentuk lebih cepat (_G‡ lebih
rendah). Jika tidak ada satupun reaksi yang revesibel maka C akan terbentuk
lebih banyak karena terbentuk lebih cepat. Produk tersebut dikatakan terkontrol
secara kinetik (kinetically controlled). Akan tetapi, jika reaksi adalah
reversibel maka hal tersebut tidak menjadi penting. jika proses dihentikan
sebelum kesetimbangan tercapai maka reaksi akan dikontrol oleh kinetik karena
akan lebih banyak diperoleh produk yang cepat terbentuk.
Akan tetapi jika reaksi dibiarkan sampai
mendekati kesetimbangan maka produk yang akan dominan adalah B. di bawah
kondisi tersebut, C yang mula-mula terbentuk akan kembali ke A, sementara B
yang lebih stabil tidak berkurang banyak. Maka dikatan bahwa produk terkontrol
secara termodinamik (thermodynamically controlled). Tentu saja Gambar
tersebut tidak menggambarkan semua reaksi dalam mana senyawa A dapat memberikan
dua produk. Di dalam banyak hal, produk yang lebih stabil adalah juga merupakan
produk lebih cepat terbentuk. Di dalam hal yang demikian, produk kontrol
kinetik adalah juga produk kontrol termodinamika.
Persyaratan
Kinetik Reaksi
Reaksi yang dapat berlangsung tidak
hanya karena mempunyai ∆G negatif. ∆G yang
negatif memang suatu hal yang penting tapi bukan suatu persyaratan yang cukup untuk
berlangsungnya suatu reaksi secara spontan. Sebagai contoh, reaksi antara H2 dengan
O2 untuk menghasilkan H2O mempunyai ∆G negatif, tapi campuran
H2 dan O2dapat disimpan pada suhu kamar selama berabad-abad tanpa adanya reaksi
yang berarti.
Untuk terjadinya reaksi maka variabel
energi bebas aktivasi ∆G‡ harus ditambahkan. Situasi ini
diilustrasikan dalam Gambar 1 yang merupakan profil energi untuk reaksi satu
tahap tanpa spesies-antara. Dalam gambar seperti ini, absis menandai kemajuan
reaksi. ∆Gf ‡ adalah energi bebas aktivasi untuk reaksi maju.
Gambar 1. Profil
energi bebas reaksi tanpa spesies-antara di mana produk energy bebas produk
lebih rendah daripada energi bebas reaktan
Jika reaksi antara dua molekul atau
lebih telah maju ke titik yang berkaitan dengan puncak kurva maka digunakan
istilah keadaan transisi untuk posisi inti dan elektron spesies yang ada pada
keadaan ini. Keadaan transisi memiliki geometri yang terbatas dan distribusi
muatan tapi tidak memiliki keberadaan yang terbatas. Sistem pada titik ini
disebut kompleks teraktivasi.
Di dalam teori keadaan transisi, starting
material dan kompleks teraktivasi dipertimbangkan ada dalam
kesetimbangan dengan tetapan kesetimbangan K‡. Menurut teori ini,
semua kompleks teraktivasi terus berubah menjadi produk dengan kecepatan yang
sama sehingga tetapan kecepatan reaksi hanya tergantung pada posisi
kesetimbangan antara starting material dengan kompleks
teraktvasi, yaitu nilai K‡. ∆G‡ dihubungkan ke K‡
dengan persamaan.
∆G‡
= -2,3RT log K‡
sehingga suatu nilai ∆G‡
yang lebih tinggi adalah disertai dengan suatu tetapan kecepatan yang lebih
kecil. Kecepatan hampir semua reaksi meningkat dengan meningkatnya suhu karena
penambahan energi dapat membantu molekul melewati rintangan energi aktivasi.
Sejumlah reaksi tidak mempunyai energi bebas aktivasi sama sekali,
berarti K‡ tidak terbatas dan hampir semua tumbukan mengarah kepada
reaksi. Proses seperti itu dikatakan terkontrol difusi (diffusion-controlled).
Seperti halnya ∆G, ∆G‡ terbentuk dari komponen entalpi
dan entropi.
∆G‡
= ∆H‡ - T∆S‡
Entalpi aktivasi (∆H‡) adalah
perbedaan energi ikatan (meliputi energi tegangan, resonansi dan solvasi)
antara senyawa starting material dengan keadaan transisi. Di dalam kebanyakan
reaksi, ikatan-ikatan telah putus atau putus secara parsial pada sesaan
transisi tercapai; energi yang penting untuk hal ini adalah ∆H‡.
Adalah benar bahwa tambahan energi akan disuplai oleh pembentukan ikatan baru,
tapi jika hal ini terjadi setelah keadaan transisi maka hal ini hanya dapat
berpengaruhi pada ∆H dan bukan ∆H‡.
Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi
Untuk terjadinya reaksi secara spontan,
energi bebas produk harus lebih rendah daripada energi bebas reaktan,
yakni ∆G harus negatif. Reaksi dapat saja berlangsung melalui
jalan lain, tapi tentu saja hanya jika energi bebas ditambahkan. Seperti halnya
air di atas permukaan bumi, air hanya mengalir ke bawah dan tidak pernah
mengalir ke atas (meskipun air dapat dibawa ke atas atau menggunakan pompa),
molekul-molekul mencari energi potensial yang paling rendah mungkin. Energi
bebas terbuat dari dua komponen yaitu entalpi H dan
entropi S. Kuantitas tersebut dihubungkan dengan persamaan:
∆G = ∆H – T∆S
Perubahan entalpi dalam suatu reaksi
terutama adalah perbedaan energi ikat (meliputi energy resonansi, tegangan, dan
solvasi) antara reaktan dengan produk. Perubahan entalpi dapat dihitung dengan
menjumlahkan semua energi ikatan yang putus, kemudian dikurangi dengan jumlah
energi semua ikatan yang terbentuk, dan ditambahkan dengan perubahan energi
resonansi, tegangan, atau energi solvasi. Perubahan entropi menyatakan ketidak
teraturan atau kebebasan sistem. Semakin tidak teratur suatu system maka
semakin tinggi entropinya. Kondisi yang lebih disukai di alam adalah entalpi
rendah dan entropi tinggi; dan di dalam sistem reaksi, entalpi spontan menurun
sedangkan entropi spontan meningkat.
Bagi kebanyakan reaksi, pengaruh entropi
adalah kecil dan entalpi yang paling utama menentukan apakah reaksi dapat
terjadi secara spontan. Akan tetapi dalam reaksi jenis tertentu, entropi adalah
penting dan dapat mendominasi entalpi. Berikut ini akan dibicarakan beberapa
contoh tentang hal tersebut.
1. Umumnya entropi cairan lebih rendah
daripada gas karena molekul gas mempunyai kebebasan dan ketidak-teraturan yang
lebih besar. Tentu saja padatan lebih rendah lagi. Suatu reaksi dalam mana
semua reaktannya adalah cairan dan satu atau lebih produknya adalah gas, maka
secara termodinamika lebih disukai karena entropi yang meningkat; konstanta
kesetimbangan reaksi ini akan lebih tinggi daripada reaksi yang produknya tidak
ada yang berupa gas.
2. Di dalam suatu reaksi di mana jumlah
molekul produk sebanding dengan molekul reaktannya (contoh, A + B → C
+ D), pengaruh entropi biasanya kecil; tapi jika jumlah molekulnya meningkat
(contoh, A → B + C), ada tambahan entropi yang besar karena jika
lebih banyak molekul maka lebih banyak pula kemungkinan susunan dalam ruang.
Reaksi di mana terjadi pemecahan molekul menjadi dua atau lebih bagian maka
secara termodinamika lebih disukai karena faktor entropi. Sebaliknya, reaksi
dalam mana jumlah molekul produk lebih sedikit daripada molekul reaktannya akan
memperlihatkan penurunan entropi, dan dalam hal seperti itu maka harus ada
penurunan entalpi yang besar juga untuk mengatasi perubahan entropi yang tidak
diinginkan itu.
3. Meskipun reaksi di mana terjadi
pembelahan molekul menjadi dua atau lebih adalah lebih disukai karena efek
entropi, tapi banyak potensi reaksi pembelahan tidak terjadi karena peningkatan
entalpi yang sangat besar. Sebagai contoh pembelahan etana menjadi dua radikal
metil. Dalam hal ini satu ikatan 79 kkal/mol harus putus, dan tidak ada
pembentukan ikatan untuk mengimbangi peningkatan entalpi ini. Akan tetapi etana
dapat dipecah pada suhu tinggi, hal sesuai dengan prinsip entropi menjadi lebih
penting dengan meningkatnya suhu, seperti yang tampak sangat jelas dari
persamaan ∆G = ∆H – T∆S.
Suku entalpi tidak tergantung pada suhu, sedangkan suku entropi berbanding
langsung dengan suhu mutlak.
4. Molekul rantai terbuka mempunyai
entropi yang lebih besar daripada molekul lingkar karena lebih banyak
konformasinya. Pembukaan cincin berarti penambahan entropi dan penutupan
berarti pengurangan entropi.
Permasalahan yang timbul:
Bagaimana
pengaruh kontrol kinetika dan termodinamika atau suhu terhadap energi yang
didapatkan?
Daftar
Pustaka
Pine, S. H., Hendrickson, J. B., Cram, D. J dan Hammond, G. S. 1988. Kimia
Organik 2 Terbitan Keempat. Bandung: ITB.
Riswiyanto, S. 2009. Kimia Organik. Jakarta:
Erlangga.
Sitorus, M. 2008. Kimia Organik Fisik. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Terimakasih atas materi yang saudari jelaskan, sangat bermanfaat
BalasHapusDisini saya akan mencoba menjawab pertanyaan yang saudari ajukan
Kontrol kinetika itu berhubungan dengan laju reaksi, dimana semakin cepat laju reaksinya maka energinya semakin besar dan pengaruh termodinamika yaitu seperti suhu, dimana semakin tinggi suhu semakin tinggi energinya
Terimakasih
Sangat membantu. Terimakasih atas uraian materinya.
BalasHapusMenurut saya, dalam hal ini adanya pengaruh kontrol kinetika dan termodinamika atau suhu terhadap energi yang didapatkan yaitu semakin cepat laju reaksinya maka energinya semakin besar dan semakin tinggi suhu yaitu pengaruh termodinamika maka energi semakin tinggi.
Terima kasih atas penjelasan anda
BalasHapusSaya akan mencoba menjawab pertanyaan diatas
Kontrol kinetik untuk mendapatkan produk lebih cepat berhubungan dengan laju reaksi sehingga semakin cepat laju reaksi maka energi yg dihasilkan akan semakin besar
Kontrol termodinamik untuk mendapatkan produk yg lebih stabil berhubungan dengan suhu sehingga semakin tinggi suhu energi yg didapatkan akan semakin besar
Semoga bermanfaat
Terima kasih atas penjelasan anda
BalasHapusSaya akan mencoba menjawab pertanyaan diatas
Kontrol kinetik untuk mendapatkan produk lebih cepat berhubungan dengan laju reaksi sehingga semakin cepat laju reaksi maka energi yg dihasilkan akan semakin besar
Kontrol termodinamik untuk mendapatkan produk yg lebih stabil berhubungan dengan suhu sehingga semakin tinggi suhu energi yg didapatkan akan semakin besar
Semoga bermanfaat
materi yang sangat menraik menurut saya Kontrol kinetika itu berhubungan dengan laju reaksi, dimana semakin cepat laju reaksinya maka energinya semakin besar dan pengaruh termodinamika yaitu seperti suhu, dimana semakin tinggi suhu semakin tinggi energinya
BalasHapus