AROMATISASI
Aromatisitas adalah
sebuah sifat kimia dimana sebuah cincin terkonjugasi yang ikatannya terdiri
dari ikatan tidak jenuh, pasangan tunggal, atau orbit kosong menunjukan
stabilitas yang lebih kuat dibandingkan stabilitas sebuah sistem yang hanya
terdiri dari konjugasi. Aromatisitas juga bisa dianggap sebagai
manifestasi dari delokalisasi siklik dan resonansi. Aromatisitas dapat juga di
artikan dari sifat senyawa aromatik yaitu kestabilannya yang khas dan mudah
mengalami reaksi substitusi daripada reaksi adisi.
Senyawa aromatik adalah senyawa yg cukup
distabilkan oleh delokalisasi elektron pi. Dua kriteria utama adalah bahwa
molekul itu harus siklik dan
datar. Ketiga, setiap atom cincin harus memiliki orbital
p tegakl urus pada bidang cincin. Jika
suatu sistim tidak memenuhi kriteria itu, tak mungkin terjadi delokalisasi
penuh elektron pi.
Ciri
senyawa aromatis adalah mempunyai ikatan rangkap yang terkonjugasi, namun
sifatnya tidak sama dengan alkena khususnya sifat kimianya, di mana senyawa
aromatis tidak mengalami reaksi adisi. Sifat kearomatisan (aromatisitas) suatau
senyawa harus memenuhi tiga kriteria sebagai berikut:
Syarat-syarat Aromatisitas
1. Molekul harus berbentuk
siklik.
2. Molekul haruslah planar
(hampir datar) dengan hybrid yang umum adalah sp2
3. Memenuhi
kaedah Huckel dengan sistem (4n + 2)eπ, dengan n = 0,1,2,3,...., dengan
elektron π yang terkonjugasi. Elektron π adalah elektron pada ikatan π atau
orbital p (non bonding electron = n).
Beberapa
ciri reaksi cincin benzena adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai rumus
molekul C6H6 dan hanya menghasilkan satu produk dari
monosubstitusi.
2. Hanya
memberikan tiga isomer dari produk yang disubstitusi.
3. Cenderung mengalami
reaksi substitusi daripada reaksi adisi. Struktur benzen dapat juga dinamakan
sikloheksatriena, makam seperti sikloheksadiena maupun sikloheksena yang merupakan
hidrokarbon tak jenuh, akan mudah diadisi.
4. Memenuhi aturan
Huckel (4n + 2 = π). Dari sudut pandang teori kuantum yang dikemukakan oleh
Erich Huckel, senyawa aromatik harus mempunyai awan elektron yang berada di
atas dan dibawah bidang molekul yang berasal dari delokalisasi elektron π. Delokalisasi
elektron π ini harus mempunyai jumlah tertentu, yaitu sebesar 2, 6, 10 dan
seterusnya. Dan nilai n tidak boleh merupakan bilangan pecahan.
5. Memiliki panjang
ikatan yang merupakan hasil penjumlahan panjang ikatan tunggal dan panjang
ikatan rangkap dibagi dengan dua.
Stuktur benzena merupakan cincin datar
dimana keenam atom karbon terhibridisasi dan saling tumpang tindih dengan
orbital p yang tidak terhibridisasi. Panjang ikatan karbon adalah 1,39Å dengan
keenam sudutnya adalah 1200. Bukan hanya benzena yang aromatik tapi
banyak senyawa heterosiklik yang analog dengannya dalam mana satu atau lebih
heteroatom menggantikan karbon dalam cincin. Senyawa aromatis yang paling
banyak adalah benzena dan derivatnya (benzen tersubstitusi). Benzena jauh lebih
stabil bila dibandingkan dengan sikloheksatriena yang dibuktikan dengan fakta
eksperimen.

Melalui pengamatan dengan NMR maka
sekarang ini aromatisitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mempertahankan arus elektron dalam cincin yang dipengaruhi oleh medan luar.
Senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan seperti itu disebut diatropik. Kebanyakan
senyawa aromatik mempunyai satu pusaran enam elektron yang tertutup dalam
sebuah cincin (sextet aromatic).
Bukan hanya benzena yang aromatik tapi
banyak senyawa heterosiklik yang analog dengannya dalam mana satu atau lebih
heteroatom menggantikan karbon dalam cincin.
Substitusi
Aromatik Elektrofilik
Meski stabil tapi benzen tidaklah inert (lamban),
pada kondisi yg tepat benzen dapat bereaksi substitusi aromatik elktrofilik
(elektrofil disubstitusikan untuk satu atom hidrogen pada cincin aromatik).

Contoh
diatas adalah monosubstitusi cincin benzen, substitusi lebih lanjut jg mungkin

Permasalahan yang timbul:
Cincin dengan 2,6,10 dan 14 elektron pi adalah aromatik tetapi cincin dg 8 atau 12 elektron pi tidak aromatik. Mengapa senyawa dg 6 atau 10 elektron pi aromatik sedangkan yg 8 dan 12 tidak?
Daftar
Pustaka
Pine, S. H., Hendrickson, J. B., Cram, D. J dan Hammond, G. S. 1988. Kimia
Organik 2 Terbitan Keempat. Bandung: ITB.
Riswiyanto, S. 2009. Kimia Organik. Jakarta:
Erlangga.
Sitorus, M. 2008. Kimia Organik Fisik. Yogyakarta: Graha
Ilmu.